Es Krim Sumber Bahagiaku

 

Sebagai anak jajan, es krim adalah salah satu jajanan favoritku. Ada sensasi manis yang menyegarkan ketika menikmatinya. Selain itu, menghabiskannya rasanya tak pernah membosankan. Mungkin karena penyajiannya selalu seru dengan menggunakan stik, cone, ataupun cup. Versi mahal atau murah, aku nggak bisa pilih kasih karena aku suka semua. Hehehe.


Sekitar minggu lalu ketika pulang di jam istirahat kantor untuk menyusui Riang, aku mampir di warung kecil yang menjual es krim Glico Wings. Kenapa Glico? Karena murah dan tak disangka-sangka... enak! Uniknya, rasa enaknya entah kenapa terasa mahal. Sayang sekali belum banyak warung yang menjual Glico. Maka dari itulah ketika nemu, aku nggak pikir dua kali. Lagipula siang itu panas banget.


Aku beli dua yang varian Frost Bite Choco Mint. Satu untukku, satu untuk Baba. Benar saja kan, sama sekali nggak zonk. Enaaak dan rasa mintnya enggak kaya rasa odol. Jangan salah, mint rasa odol justru pernah kutemukan di gelato artisan yang udah terkenal di Jogja, wkwk. Oh iya, berrikut penampakan es krim Glico yang kucoba:


Sumber: Happyfresh



Makan es krim tersebut membuatku penasaran, kira-kira es krim apa yaa yang disuka orang-orang? Berlanjutlah aku iseng unggah di Instagram story tentang pengalamanku makan si Glico ini, lalu aku buat kolom pertanyaan tentang es krim favorit warganet, hihihi.


Tak diduga, ternyata yang jawab lumayan banyak!

Dari jawaban-jawaban warganet di bawah ini, diketahui bahwa yang terfavorit masih dari Wall's. Aice di urutan ke dua dan disusul oleh Glico Wings. Entah karena Wall's adalah merek tertua, jelas enak dan sangat mudah ditemukan, atau hanya karena mereka terlanjur nyaman dan tak ingin coba-coba ke lain hati 😁.




Bagaimana denganku? Hehe aku pribadi sekarang lagi suka-sukanya dengan Glico. Alasannya adalah karena Glico lebih murah dari Wall's, enak banget untuk ukuran harga murah, dan rasanya masih banyak varian yang menggoda untuk dieksplorasi. Sedangkan Wall's, yaudalah ya sudah tau dari dulu varian dan dinamika rasanya seperti apa. Kenapa enggak Aice? Hmmm... sejak ramai kasus buruh Aice waktu itu, aku jadi nggak sampai hati mau beli lagi. Hehehe, padahal enak juga.


Intinya, aku sudah bertekad untuk mencoba satu-satu rekomendasi es krim itu kalau ada waktu senggang. Hahaha, tekad macam apa. Senang sih yang jelas, karena dari interaksi di IG story itu aku jadi tahu kalau banyak juga yang suka es krim. Khususnya es krim murah meriah à la warung dan minimarket. Terkadang kita membeli es krim karena sekadar pingin aja. Tapi ternyata, tanpa sadar es krim bisa bikin mood kita naik dan jadi happy.


Maksudku... di masa sekarang ini... apa lagi sih yang kita cari selain rasa bahagia? 😊😋



Énorme (2020)



Sumber gambar: showtimes.com

    

Dilihat dari posternya, udah ketebak ya kalau ini film komedi. Ratingnya nggak bagus-bagus amat, tapi menurutku isu yang dibawa cukup berat.


Bercerita tentang pasangan childfree garis keras, Claire si pianis supersibuk dan Frédéric si manajer pribadinya. Siapa sangka, Fred mendadak pingin banget punya anak setelah membantu proses persalinan darurat di atas pesawat.


Tak ingin merusak hubungannya dengan Claire, Fred pun mengatur strategi diam-diam supaya Claire bisa hamil, dan berhasil semudah itu dalam sekejap. Kampret, nggak? Hahaha.


Menonton film ini, kita akan dibuat gemas. Gemasnya bukan gemas lucu, melainkan gemas geregetan alias emosi. Emosi karena melihat bagaimana Fred bisa selicik itu tanpa beban, tanpa sadar bahwa yang dilakukannya bisa dikatakan marital rape. Semuanya seolah terampuni oleh tingkah kekanakannya. Ya... mungkin supaya filmnya tetap lawak.


Sedangkan Claire? Seorang wanita yang kelewatan lugu dan kakunya. Dunianya sebatas piano dan panggung resital. Sisanya? Serahkan semua pada Fred. Pokoknya dia terima beres. Giliran ia dimanipulasi sedemikian rupa, ujungnya "Yaudah lah jalani aja, asal lo yang urus. Namanya juga kecelakaan." wkwk tanpa perlawanan berarti T.T kasian tapi gemas because she's simply clueless.


Seperti banyak film Eropa lain, Énorme berakhir terbuka alias memiliki open ending. Kita akan diajak untuk lebih menghayati proses yang dilewati oleh seorang calon ibu. Alurnya terlihat sudah terbaca namun percayalah, banyak detail-detail konflik yang tak terbayang sepanjang film. Terlepas dari keganjilan teknis di sana-sini, film ini boleh dibilang sarat akan makna.


  • 1. Komunikasi adalah kunci. Pasangan Claire dan Fred menunjukkan bahwa yang kelihatannya romantis belum tentu komunikasinya baik. Di film ini lebih terasa konflik batin mereka masing-masing daripada konflik langsung antarpasangan. Padahal, jelas-jelas mereka sedang ada masalah. Too many things left unsaid.
  • 2. Marital rape bisa terjadi pada siapa saja. Ketahui apa ciri-ciri dan cara menyikapinya. Pastikan kamu aware dengan tubuhmu.
  • 3. Menyambung poin nomor 2; punya/tidak punya anak (selain kuasa Tuhan) adalah kesepakatan. Titik. Karena hamil dan melahirkan nggak bisa gantian suami-istri.
  • 4. Apa yang sudah menjadi kesepakatan dan prinsip berdua, belum tentu berlaku selamanya. Turning point bisa terjadi kapan saja.
  • 5. Dukun dan tahayul tidak hanya ada (dan dipercaya) di Indonesia 😂.


Selamat menonton! 



Sepuluh Hari menjelang Pernikahan


Lebih dari dua belas bulan yang lalu, aku iseng mencoba tes kepribadian di internet. Itu lho, yang ada 16 macam kepribadian. Hasil yang muncul adalah INFP-T (Mediator). Karena ternyata seru, kubagilah tautan itu ke Baba. Lupa-lupa ingat apakah saat itu kami sudah jadian atau masih (sok-sokan) berteman. Dia pun mencoba dan hasilnya juga INFP, wew bisa gitu ya. Tapi aku lupa belakangnya apa, yang jelas bukan T sepertiku.

--

Bulan lalu aku baru tau kalau ternyata kita bisa mencoba tes teraebut dalam bahasa Indonesia (kala itu aku pakai yang bahasa Inggris). Terinspirasilah aku untuk mencobanya lagi. Selain karena aku berharap bisa lebih akurat karena memakai bahasa ibu, kata orang hasilnya sangat mungkin berubah kalau dicoba beberapa tahun setelahnya.

Aku sempat lupa mau mencoba lagi sampai tempo hari Baba tiba-tiba membagi tautan tes itu (dia lupa kalau pernah coba, ck). Mengejutkan sekali karena hasilnya Baba INFP-T!
Makin terpiculah aku untuk mencoba. Tak disangka, hasil yang keluar masih sama seperti pertama kali kucoba dulu, INFP-T. Itu artinya aku dan Baba sama banget, wkwkwk astaga kok bisa.

Foto diambil oleh Rini/Satriyo

Hmm, kembali ke topik sesuai judul, sepuluh hari lagi aku dan Baba akan menikah. Hehehe. Nggak terasa ya akhirnya kami sampai juga pada tahap ini. Kalau ditanya gimana rasanya mau menikah, sekarang aku bisa jawab deg-degan banget hehehe. Padahal tadinya biasa aja seperti mengalir. Kurasa perasaan seperti ini wajar dialami calon manten. Bagaimana enggak, menikah itu salah satu perihal terbesar dalam hidup selain lahir dan mati. Setidaknya menurutku.

Aku nggak pernah menyangka akan mengenal lelaki seperti Baba. Boleh dibilang, baru kali ini aku kenal lelaki semacam dia. Kesan tersebut sebenarnya sudah terasa sejak pertama kali kami jumpa. "Bukan tipe lelaki yang biasanya temenan/satu lingkaran sama aku", begitulah kira-kira batinku kala itu.

Siapa kira, aku ternyata bisa sangat nyaman sama Baba. Untuk mengenal dan mengerti dia, kita harus telaten membukanya sedikit demi sedikit. Dari situlah aku menemukan hal-hal yang menarik dan mengejutkan dari Baba. Tentunya nggak hanya perihal yang menyenangkan karena yang aneh dan susah kuterima pun banyak, hahaha. Tapi entah bagaimana dia selalu punya cara untuk menjelaskan, membuatku mengerti perlahan, dan dia sangat teguh akan dirinya. Intinya, dia sangat tidak seperti orang kebanyakan. A very unique one. Jujur saja kadang aku sangat pusing dibuatnya, hahaha tapi aku juga sangat suka warna-warnamu, Mpuk.

Lelaki baik yang romantisnya jangan diharapkan. Merangkai kata sangatlah bukan keahliannya, apalagi ketika bertatap muka. Romantis versi Baba adalah diam-diam berpesan ke pelayan resto sushi untuk meniadakan tobiko di 3 potong sushi tuna yang isinya seporsi 5 potong, karena dia tau aku nggak suka tobiko... dan ya, dia menyiapkan sushi yang lebih banyak untukku dari pada untuk dirinya sendiri, hehehe.

Aku nggak ingin terlalu tinggi melambungkan Baba di tulisan ini. Kalau dituliskan semua, sampai hari H nggak akan selesai, hehe. Fakta bahwa kami memiliki tipe kepribadian yang sama enggak serta merta membuatku adem ayem karena menurutku justru inilah tantangannya.

Semoga mimpi-mimpi kita tercapai ya, Mpuk. Bismillah.


The Best Era


Aren't we living in the best era?

Belakangan ini aku kepikiran sesuatu mengenai era yang sekarang sedang kita tinggali. Konteks 'kita' di sini mengacu kepada anak-anak muda usia produktif, ya. Sebagai manusia muda yang sedang berada di usia produktif, kita pasti ingin mengeksplorasi banyak hal, bebas berekspresi, dan berkarya sesuai dengan apa yang kita minati. Untuk melakukan itu semua, kita tentu butuh dukungan dari berbagai sumber. Thanks to kemajuan teknologi (khususnya media sosial), sekarang kita mendapatkan kemudahan akses untuk berekspresi dan menyebarluaskan karya. Kebayang nggak, sih, dulu semuanya serba manual dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat naik ke permukaan.

Banyaknya karya anak muda yang bermunculan itulah yang memicu masyarakat semakin terbuka, mengakui, dan mendukung. Buktinya, profesi atau pekerjaan zaman sekarang sudah bermacam-macam, tidak melulu profesi you-know-what yang dulunya dianggap 'realistis'. Yah, meskipun masih ada beberapa kalangan (terutama di Indonesia) yang belum terlalu terbuka akan hal itu. Tapi tidak masalah, karena makin ke sini makin terasa geliat industri kreatif/seni yang sedang naik daun. Bahkan menurut pengamatanku, saat ini bidang industri tersebut sedang mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya.

Aku memang nggak punya data, tapi itu semua bisa dilihat dari banyaknya event creative market yang bermunculan di berbagai kota, belum lagi agensi/media yang fokus menyorot creative makers, serta Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) kita yang sedang gencar-gencarnya mendukung anak muda untuk berkarya. See? Produk kreatif karya anak muda yang dulu kurang diperhitungkan dan dianggap tidak bisa menghidupi, kini perlahan tapi pasti mulai mendapat tempat di masyarakat.

Itulah mengapa aku merasa era saat ini adalah era terbaik yang pernah ada. Saat kita berusia produktif dan mendapat dukungan sebesar-besarnya untuk bebas mengekspresikan diri. Bukankah itu yang selalu diidam-idamkan anak muda? :)


P.S.: Bagi yang belum mendapat dukungan dari orang-orang terdekat, tolong bersabar dan bertahan, ya! Suatu hari kalau kalian sudah bisa membuktikan, mereka pasti akan mengerti. Semangat!



Living Life to The Fullest


Sumber: nyusic.com

Jadi, pagi tadi tetiba kepikiran frasa yang menjadi judul tulisan ini: Living life to the fullest atau dalam bahasa kita 'menjalani hidup dengan gas pol mamen!' hehe. Memang tak dapat dipungkiri bahwa belakangan ini entah sudah berbulan-bulan atau bahkan tahun(?), aku merasa ngambang aja, gitu. Hidup sih hidup tapi ya gitu-gitu aja. Rasanya aku nggak pindah-pindah dari persimpangan itu. Aku sadar banget bahwa aku harus berbenah, cuma aku selalu bingung harus mulai dari mana. Teorinya sih, 'fokus saja sama apa yang ada di depan mata'.


Pssstt intermezzo :p Today is my sister's birthday! let's wish her the best and happines!! xx

Masalahnya adalah, semua hal terasa sama pentingnya di waktu yang bersamaan. Alhasil aku sulit menentukan fokus atau let's say, aku masih susah untuk menentukan prioritas. Sejauh ini sih aku berusaha menahan diriku untuk jangan panik dan gegabah. Pelan-pelan gapapa asalkan nggak jalan di tempat. Seperti mantra yang selalu aku rapalkan; Aku yakin aku bisa karenaNya. Oke bhaique, sekali lagi itu teori yang masih menjadi salah satu PR besar buatku pribadi. PR yang lain? Berikut daftarnya:

1. Bekerja dengan sebaik-baiknya
2. Mencintai dengan penuh gausah takut patah hati
3. Berbagi apa pun setulus-tulusnya
4. Menangis sekencang-kencangnya apabila perlu
5. Belajar dengan penuh semangat
6. Memanfaatkan waktu seefektif mungkin
7. Berjalan sejauh-jauhnya
8. Beribadah sekuat-kuatnya.

Intinya, lemparkan saja dirimu dan hadapi semuanya. Random banget yaa isi pikiranku? IYAAAA EMAAANG!!!

Let's living life to the fullest!

With <3
O.



Ketidakpastian dan Perputaran Roda


How life is full of uncertainties.

Penuh ketidakpastian. Nasihat yang dulu sering dikumandangkan ke telinga memang benar adanya, bahwa roda itu berputar sama halnya dengan kehidupan kita. Ada kalanya kita di atas, dan ada saatnya kita akan berada di bawah.

Terkadang, perubahan itu serasa kejutan yang tak disangka. Kemarin mungkin kita bersuka ria di atas awan, eh tiba-tiba hari ini kita diharuskan untuk mendayung rakit di arus deras. Benar-benar tiada yang tahu kecuali Dia.

Baiknya, Dia dengan terang-terangan memberikan kita contoh untuk dijadikan pelajaran. Contoh berupa peristiwa yang terjangkau oleh mata kita. Begitu pun aku yang seringkali menjumpai orang yang sedang menghadapi ekstremnya ketidakpastian hidup, terutama ketika mereka sedang berada di bawah.

Mereka punya caranya masing-masing dengan berbagai lapisan rencana. Cara yang terkadang membuatku heran dan terkagum-kagum. Bagaimana bisa mereka melewati semuanya setenang itu, selihai itu, sesabar itu. Membuatku berpikir kira-kira putaran roda seperti apa yang nanti akan kualami. Akankah sekencang itu atau bahkan lebih. Siapkah aku dan sudahkah aku punya rencana berlapis? Jadi pusing mendadak wkwk.

Atasan di kantorku pernah bilang, "Roda memang berputar. Tinggal bagaimana caranya kita harus mempercepat putarannya ketika kita ada di bawah, dan memperlambat putarannya ketika kita di atas." hmmm masuk akal memang. Jadi yang sebenarnya harus dihilangkan adalah keraguan dan ketakutan yang bersarang dalam diri. Susah sekali memang, tapi bukan berarti tidak bisa. Well, semoga Tuhan senantiasa dekat dan membimbing kita.


Tentang Hari Ulang Tahun


Hari ini (22/06) adalah hari ulang tahun ibuku. Karenanya aku jadi teringat tentang pro-kontra perayaan hari ulang tahun. Kontranya adalah; ulang tahun tidak boleh (atau bahasa ekstremnya 'haram') dirayakan, atau bahkan hanya sekadar mengucapkan selamat kepada yang bersangkutan. Alasannya karena masing-masing dari kita sudah punya jatah umur untuk hidup di dunia. Jatah umur kita akan berkurang setiap harinya, dan begitu pula setiap tahun. Maka dianggap tidak elok apabila kita bersuka ria pada hari tersebut. Sebaliknya, kita dianjurkan untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan untuk bekal kehidupan di akhirat.

Sebagai muslim tentu aku mengimani bahwa suatu hari nanti kita akan sampai pada umur yang sudah ditentukan. Ya, kita semua sedang dalam perjalanan menuju ke sana dan memang benar bahwa setiap tahun jatah umur kita berkurang. Namun, mendekatkan diri kepada Tuhan aku rasa memang sudah menjadi kewajiban (atau bahkan kebutuhan) dan bukan semata-mata dilakukan karena kita akan mati.

Hari ulang tahun selalu aku maknai dari sisi yang berbeda.

Bagiku, momen kelahiran adalah sesuatu yang sangat sakral, haru, dan pantas untuk dikenang. Pokoknya luar biasa. Selain karena izin Tuhan, terdapat proses dan perjuangan dari berbagai pihak yang tidak main-main. Mulai dari pernikahan ayah ibu kita, saudara, sahabat, tenaga medis, tetangga atau bahkan supir taksi pun bisa terlibat. Belum lagi rasa sakit yang ditanggung seorang ibu ketika melahirkan. Antara hidup dan mati, katanya.

Setelah proses itu semua, lalu lahirlah orang-orang yang kini ada di sekeliling kita. Orang-orang tersayang yang membuatmu terus bersyukur kepada Tuhan karena telah menghadirkan mereka ke dunia. Nah, begitulah aku berusaha memaknai hari ulang tahun. Aku bersyukur karena mereka ada. Aku turut bahagia karena mereka berhasil terlahir ke dunia dengan segala proses yang ada di belakangnya, dan untuk itulah aku mengucapkan selamat.


P.S.: Iya, tulisan ini sudah dibuat sejak 22/06/18 tapi baru terselesaikan sekarang, hehe